PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS
(Laporan
Praktikum Kimia Anorganik I)
Oleh
Ekha Oktharia
1313023022
LABORATORIUM
PEMBELAJARAN KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2014
Judul Percobaan : Pengaruh Ligan Terhadap Warna Ion
Kompleks
Tanggal Percobaan : 08 Desember 2014
Tempat Percobaan : Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama :
Ekha Oktharia
NPM :
1313023022
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
Program Studi : Pendidikan Kimia
Kelompok : 4 (Empat)
Bandar
Lampung, 08 Desember 2014
Mengetahui,
Asisten
Ratna Manika
NPM.1213023055
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
ilmu kimia, kompleks atau senyawa koordinasi merujuk pada molekul atau entitas
yang terbentuk dari penggabungan ligan dan ion logam. Dulunya, sebuah kompleks
artinya asosiasi reversibel dari molekul, atom, atau ion melalui ikatan kimia
yang lemah. Pengertian ini sekarang telah berubah. Beberapa kompleks logam terbentuk
secara irreversibel, dan banyak diantara mereka yang memiliki ikatan yang cukup
kuat.
Ion-ion
dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima
pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu membentuk ion kompleks. Ion
kompleks terdiri atas ion logam pusat dikelilingi anion-anion atau
molekul-molekul membentuk ikatan koordinasi. Ion logam pusat disebut ion pusat
atau atom pusat. Anion atau molekul yang mengelilingi ion pusat disebut ligan. Ion
pusat merupakan ion unsur transisi.
Salah
satu sifat unsure transisi adalah kemampuannya membentuk berbagai jenis
senyawa, karena unsure ini memiliki beberapa bilangan oksidasi yang terjadi
karena seluruh atau sebagian dari elektron-elektron pada kulit ketiga dapat
digunakan bersma-sama dengan elektron pada kulit 4s untuk membentuk
senyawa-senyawa kompleks yang beraneka warna. Dalam percobaan ini dipelajari pengaruh
ligan terhadap warna ion kompleks, oleh karena itu percobaan ini dilakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya percobaaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh ligan terhadap
warna ion kompleks melalui percobaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada pembentukan senyawa kompleks
netral atau senyawa kompleks ionik, atom logam dan ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang mendonorkan elektronnya ke atom pusat
disebut atom donor. Atom donor dapat berupa suatu
ion atau molekul netral. Ion atau molekul netral yang memiliki atom-atom donor
yang dikoordinasikan pada atom pusat disebut ligan. Pengertian ligan adalah suatu ion atau molekul yang
memiliki sepasang elektron atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan
basa lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis
membentuk senyawa kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral. Jika
suatu logam transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu atau lebih
ligan maka akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam transisi
tersebut berfungsi sebagai atom pusat. Logam transisi memiliki orbital d yang
belum terisi penuh yang bersifat asam lewis
yang dapat menerima pasangan elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan
pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat
disumbangkan pada atom logam.Ikatan kovalen koordinasi
adalah ikatan kovalen yang mana
pemakaian bersama elektron didonorkan dari salah satu atom pembentuknya yakni
ligan (basa lewis) ke atom pusat (asam lewis).
Di antara
ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah:
a.
kekuatan basa
dari ligan itu,
b.
sifat-sifat
penyepitan (jika ada), dan
c.
efek-efek sterik
(ruang)
Dari sudut
pandangan aplikasi kompleks secara analisis, efek penyepitan mempunyai arti
yang teramat penting, maka hendaklah diperhatikan secara khusus. Istilah ‘efek
sepit’ mengacu pada fakta bahwa suatu kompleks bersepit, yaitu kompleks yang
dibentuk oleh suatu ligan bedentat atua multidentat, adalah lebiih stabil
disbanding kompleks padanannya denga ligan-ligan monodentat: semakin banyak
titik lekat ligan itu kepada ion logam,semakin besar kestabilan kompleks. Efek
sepit ini sering dapat disebabkan oleh kenaikan entropi yang menyertai
penyempitan; dalam hubungan ini, penggantian molekul-molekul air dari ion
terhidrasi haruslah diingat-ingat. Efek sterik yang paling umum adalah efek yang menghambat pembentukan kompleks yang disebabkan oleh adanya
suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom
penyumbang.
Bilangan
koordinasi adalah bilangan yang menyatakan banyaknya jumlah pasangan elektron
ligan yang digunakan dalam membentuk ikatan dengan atom pusatnya. Tentu
bilangan koordinasi ini akan menunjukan bagaimana bentuk geometri suatu senyawa
koordinasi.
Bilangan Koordinasi Dua. Senyawa dengan bilangan koordinasi cukup jarang, tetapi bukan berarti tidak ada. Contoh dari senyawa ini seperti [Au(CN)2]- dan [Au(NH)3]+. Seperti yang kita tahu bahwa senyawa dengan koordinasi dua akan memiliki bentuk linier.
Bilangan Koordinasi Tiga. Bentuk geometri yang paling
umum adalah trigonal planar dan trigonal piramidal. Contohnya adalah [SnCl3]-.
Bilangan Koordinasi Empat. Tetrahedral dan bujur sangkat adalah bentuk paling
dikenal dalam senyawa ini. Banyak contohnya: [BF4], [AlCl4]-, [AlH4]-,
[ZnCl4]2-, dan banyak lagi. Kompleks tetrahedral paling dikenal, dibentuk secara
ekslusif oleh kation logam nontransisi. Kation yang secara khas membentuk
kompleks bujur sangkar adalah yang memiliki 8 elektron orbital d.
Bilangan Koordinasi Lima. Ada 2 jenis yang wajib diketahui yaitu Trigonal
Bipiramida (TBP), Piramida Alas Bujur Sangkat (Square Planar). Contoh senyawa
ini adalah: [CuCl5]-, [V(CO)5]3-.
Bilangan Koordinasi Enam. Bentuk paling terkenal dari senyawa
koordinasi enam adalah oktahedral. Perlu kita ingat pada senyawa
koordinasi akan kita temukan isomer - isomer geometri. Karena itu berhati -
hatilah apabila anda diminta untuk menggambarkan.
Bilangan
koordinasi 7, 8 dan 9 jarang ditemukan, umumnya diperoleh dari kation-kation
yang lebih besar. Untuk bilangan koordinasi 7, bentuk umum adalah pentagonal
bipiramida, koordinasi 8 adalah segi empat anti prisma dan dodekahedron
(Contoh: [K(H2O)8] +).
Adapun
jenis-jenis ligan adalah sebagai berikut.
·
Ligan Monodentat
Ligan yang
terkoordinasi ke atom logam melalui satu atom saja disebut ligan monodentat,
misalnya F-, Cl-, H2O dan CO [2]. Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul
netral yang merupakan donor elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum
adalah F-, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH.
·
Ligan Bidentat
Jika ligan
tersebut terkoordinasi pada logam melalui dua atom disebut ligan bidentat.Ligan
ini terkenal diantara ligan polidentat. Ligan bidentat yang netral termasuk
diantaranya anion diamin, difosfin, dieter.
·
Ligan Polidentat
Ligan Polidentat
Ligan yang telah dibahas sebelumnya, seperti NH3 dan Cl– dinamakan ligan monodentat (bahasa Latin: satu gigi). Ligan-ligan ini memiliki atom donor tunggal yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Beberapa ligan dapat memiliki dua atau lebih atom donor yang dapat dikoordinasikan dengan ion logam sehingga dapat mengisi dua atau lebih orbital d ion logam. Ligan seperti itu dinamakan ligan polidentat (bahasa Latin: bergigi banyak).
Oleh karena ligan polidentat dapat
mencengkeram ion logam dengan dua atau lebih atom donor, ligan polidentat juga
dikenal sebagai zat pengkelat. Contoh ligan polidentat seperti etilendiamin
(disingkat en) dengan rumus struktur pada Gambar (a).
Ligan en memiliki dua atom nitrogen, masing-masing dengan sepasang elektron
bebas yang siap didonorkan. Atom-atom donor ini harus saling berjauhan agar
keduanya dapat mengkoordinasi ion logam membentuk kompleks dengan posisi
berdampingan.
Zat pengkelat seperti EDTA pada Gambar 2c sering digunakan dalam analisis
kimia, terutama dalam menentukan kadar ion kalsium dalam air. Ion EDTA4– memiliki
enam atom donor (4 dari gugus COO–, 2 dari atom N). Dengan
EDTA, tingkat kesadahan air dapat diukur. Dalam bidang kedokteran zat pengkelat
sering digunakan untuk mengeluarkan ion logam, seperti Hg2+, Pb2+,
dan Cd2+. Dalam sistem tubuh terdapat zat pengkelat, seperti
mioglobin dan oksihemoglobin.
Adapun jenis
ikatan pada ligan dan pengelompokkannya adalah sebagai berikut.
a.
Teori Ikatan Valensi (Valence Bond
Theory)
Teori
ini dikemukakan oleh Linus Pauling
sekitar tahun 1931. Teori ini
menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen
koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam
pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk
ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital menentukan bentuk
geometris senyawa kompleks yang terbentuk. Pembentukan ikatan dalam senyawa
kompleks juga dapat ditinjau sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan
merupakan Basa Lewis yang memberikan PEB.
Hibridisasi |
Geometris
|
Contoh
|
sp2
|
Trigonal
planar
|
[HgI3]-
|
sp3
|
Tetrahedral
|
[Zn(NH3)4]2+
|
d2sp3
|
Oktahedral
|
[Fe(CN)6]3-
|
dsp2
|
Bujur
sangkar/ segi empat planar
|
[Ni(CN)4]2-
|
dsp3
|
Bipiramida
trigonal
|
[Fe(CO)5]2+
|
sp3d2
|
Oktahedral
|
[FeF6]3-
|
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada
hibridisasi yang melibatkan orbital d,
ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital
s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai
kompleks orbital luar, atau outer orbital
complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks
orbital dalam atau inner orbital complex.
Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital luar,
karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital dalam lebih
kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan kompleks orbital
luar. Untuk menghibridisasi orbital d
yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil,
karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
Contoh
:
[Ni(CO)4];
memiliki struktur geometris tetrahedral
Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.
Dalam TIV, reaksi pembentukan kompleks
merupakan reaksi Asam BasaLewis. Atom logam sebagai asam Lewis mendapatkan
elektron dari liganyang bertindak sebagai basa Lewis, sehingga mendapatkan
tambahanmuatan negatif. Dengan demikian densitas elektron pada atom logam
akanmenjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil.Pada
kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil,sehingga
diasumsikan walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dariPEB yang
didonorkan oleh ligan, atom pusat memiliki muatan yang mendekatinol atau hampir
netral. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untukmenerangkan hal ini :
(1)Elektronetralitas
Ligan donor umumnya merupakan atom
denganelektronegativitas yang tinggi, sehingga atom ligan tidakmemberikan
keseluruhan muatan negatifnya, sehingga elektronikatan tidak terdistribusi
secara merata antara logam dengan ligan
(2)Backbonding
Pada atom logam dengan tingkat oksidasi
yang rendah,kerapatan elektron diturunkan melalui pembentukan ikatan
balik(backbonding) atau resonansi ikatan partial. Ionpusat memberikankembali
pasangan elektron kepada ligan melalui pembentukanikatan phi (Ï€). Teori Ikatan
Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkanbentuk geometris dari
sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengansifat kemagnetan dari sebagian
besar kompleks.Meskipun demikian, ada beberapa kelemahan dari Teori Ikatan
Valensi ini.Sebagian besar senyawa kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV
tidakdapat menjelaskan warna dan spektra elektronik dari senyawa
kompleks.Selain itu, meskipun berkesesuaian dengan sifat kemagnetan senyawa,
TIVtidak dapat menjelaskan mengapa kemagnetan senyawa dapat berubahdengan
kenaikan suhu. Teori Ikatan Valensi tidak dapat memberikan penjelasan yang
memuaskan mengapa sejumlah kompleks berada dalam bentuk kompleks orbital luar.
Kelemahan-kelemahan dari TIV ini dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori
Medan Kristal (Crystal Field Theory).
b.
Teori Medan
Kristal (Crystal Field Theory)
Pada awalnya teori
medan kristal dikemukakan oleh Hans Bethe, seorang pakar fisika pada tahualensi
yang telah dikemukakan tahun 1929. Teori ini muncul dikarenakan teori ikatana
valensi yang telah dikemukakan mempunyai beberapa kelemahan seperti:
a.
Seperti terdapatnya warna-warna senyawa komplek yang tidak dapat diterangkan
dengan teori ini.
b. Ion-ion Ni2+,Pd2+,Pt2+,dan Au2+ yang biasanya membentuk
komplek planarsegi empatdapat membentuk komplek tetra hedral atau komplek
dengan bilangan kordinasi 5.
c. Adanya beberapa
komplek yang memilih membentuk auter orbital komplek.
d. Teori ikatan valensi
tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elektrik.
e. Ketereangan tentang
terjadinya kompleks planar segiempat dari Cu(N3)42+
f. Perbedaan antara
kompleks ion dan kompleks kovalen.
Teori medan kristal ini
hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan dalam bidang fisika
zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk
menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam transisi
terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan orbital
d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada tahun
1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi menerapkan teori
medan kristal.
Teori medan kristal ini
digunakan untuk menjelaskan energi kompleks koordinasi. Hal ini didasarkan pada
deskripsi ionik pada ikatan logam ligan.
Asumsi Teori Medan
Kristal
Teori medan kristal
yang dikemukakan Bethe dilandasi oleh tiga asumsi yaitu
1. Ligan ligan
diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan.
2. Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan
dianggap sepenunya sebagai interaksi elektrostatik(ionik).Apabila ligan yang
ada merupakan ligan netral seperti NH3, dan H2O, maka dalam interaksi tersebut
ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion
logam.
3. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital
dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
4. H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif
dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
5. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital
dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
Menurut medan kristal
atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam
kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yabng ada hanya berupa gaya
elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh
ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipole permanen.
Medan listrik dari ion
pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedang medan gabungan dari
ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh
ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari
logam-logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada
kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Didalam ion bebas
kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang sama dan
elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal.
Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh ligand yang tersusun secara
berbeda-beda disekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian
orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg atau dj dan orbital t2g atau de
mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital
tersebut.
Dengan adanya ligand
disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini terbagi
menjad beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini
mengalami spilitting.
Ligand didalam ion
kompleks berupa ion-ion negatif seperti F- dan CN- atau berupa molekul-molekul
polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion pusat seperti H2O atau NH3.
Ligand ini akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron terutama
elektron d dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energi level orbital d
dari ion pusat bertambah.
Bila kelima orbital d
sama dengan dan medan ligand mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama maka
kelima orbital d ini akan tetap degenerate pada energy level yang lebih tinggi.
Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg atau d γ dan t2g
atau d e. Disamping itu medan ligand tergantung dari letaknya disekitar ion
pusat, artinya apakah strukturnya oktahedral, tetrahedral, atau planar segi
empat.
Akibat dari orbital d
diurai oleh medan ligand, peristiwa ini disebut uraian medan ligand atau
crysral field spilitting. Dari percobaan diperoleh bahwa ada ligand-ligand yang
menghasilkan medan listrik yang kuat dan disebut strong ligand field, ada
ligand yang sebaliknya dan disebut weak ligand field. Berhubungan dengan ini
ligand dapat disusun dalam suatu spectrochemical series sesuai dengan kekuatan
medannya.
Kelemahan Teori Medan
Kristal
Teori medan kristal
dapat menjelaskan tentang pembentukan senyawa kompleks, sifat magnetik dan
perubahannya karena pengaruh temperatur serta kestabilan dari senyawa kompleks.
Kelemahan dari teori ini adalah berkenaan dengan asumsi yang mendasarinya,
yaitu interaksi antara atom pusat dan ligan-ligan sepenuhnya merupakan
interaksi elektrostatis. Dari asumsi ini maka:
ü Medan
yang ditimbulkan oleh ligan negatif seharusnya lebih kuat dari pada medan yang
ditimbulkan oleh ligan netral.
ü Ligan
yang memiliki moment dipol lebih besar seharusnya menimbulkan medan yang lebih
kuatdibandingkan ligan yang moment dipolnya lebih kecil.
ü Senyawa
kompleks dengan atom pusat memiliki bilangan oksidasi nol dan ligan netral
seperti [Ni(CO)4] seharusnya tidak mungkin terbentuk karena tidak terjadi
interaksi elektrostatis antar atom pusat dengan ligan-ligan. Dalam kenyataan
senyawa tersebut dapat terbentuk danberdifat stabil.
Fakta-fakta diatas
menunjukan kalau asumsi-asumsi yang mendasari teori medan ligan tidak
sepenihnya benar. Fakta ketiga menunjukan bahwa di sampin interaksi
elektrstatis, ligan-ligan dengan atom pusat dapat mengadakan interaksi
kovalent.
c.
Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital
Theory)
Teori
Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan
kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi
melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang
terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan
orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat
dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital
(LCAO).Setiap
penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital
bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbitalanti ikatan).
Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih terperinci dalam
Ikatan Kimia.
Pada
senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari
orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat
bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki
simetri yang sama. Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk
orbital molekul adalah orbital-orbital eg (dx2-y2 dan
dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-orbital t2g(dxy,
dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital
σkarena orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena
itu ketiga orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak
dapat membentuk oribtal σ, orbital-orbital t2g tersebut dapat
membentuk orbital molekul π dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan
orbital atom logam. Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam
jika posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung
ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan
orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara
orbital s dan p. Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat,
makadiagram pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih
rumitdibandingkan diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomiksederhana.
Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendahdibandingkan
orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbitalmolekul yang
terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligandibandingkan
orbital atom logam.
Jika
pada pembentukan ikatan σ ligan berperan sebagai Basa Lewis yang menyumbangkan
pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak
sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam.
Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,sehingga
meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan
ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.
Ligan
dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π
yang dimiliki oleh ligan tersebut.
o Ligan akseptor π
Sejumlah
ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital π kosong yang dapat
bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan π.
Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan balik
(backbonding ). Tingkat energi dari orbital π yang dimiliki ligan ini
seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energy dari logam, sehingga dapat
menaikkan harga ∆0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan medan
kuat dan pada Deret Spektrokimia berada di sebelah kanan.
o Ligan Donor π
Sejumlah
ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami
overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan π.
Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melaluiikatan π ini.
Selain dari ikatan π yang terbentuk tadi, transfer elektrondari ligan ke logam
juga terjadi melalui ikatan σ. Interaksi semacam inilebih sering terjadi pada
kompleks dari logam dengan bilanganoksidasi yang tinggi, sehingga logam
tersebut ”kekurangan elektron”. Orbital Ï€ dari ligan biasanya memiliki tingkat
energi yang lebih rendah dibandingkan orbital t2g logam, sehingga
delokalisasi electron Ï€ dari ligan melalui cara ini akan memperkecil harga ∆0.
Ligan yangmerupakan donor πterletak di sebelah kiri dari Deret Spektrokimia.
Senyawa
koordinasi adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih ion kompleks dengan
sejumlah kecil molekul atau ion di seputar atom atau ion logam pusat, biasanya
dari logam golongna transisi.
Penulisan senyawa koordinasi:
1.
Penulisan:
bermuatan positif terlebih dahulu baru yang bermuatan negatif.
2.
Dalam tiap ion
kompleks atau kompleks netral: atom pusat (logam) dituliskan dahulu, disusul
ligan bermuatan negatif lalu ligan netral dan terakhir ligan bermuatan positif.
3.
Penulisan ligan
yang bermuatan sejenis diurutkan berdasarkan abjad dalam bahasa Inggris dari
tiap simbol pertama ligan
4.
Baik ion
kompleks maupun kompleks netral dituliskan dalam kurung siku.
Tatanama senyawa koordinasi:
1.
Penamaan: ion
bermuatan positif lalu bermuatan negatif.
2.
Nama ion
kompleks: ligan dahulu lalu ion logam pusatnya.
3.
Urutan penamaan
ligan: abaikan muatan ligan & urutkan berdasarkan urutan abjad nama ligan
dalam bahasa inggrisnya tetapi nama ligan tetap dituliskan dalam bahasa
Indonesia
4.
Aturan umum nama
ligan:
Ø ligan bermuatan negatif: diberi akhiran -o
dari nama dasarnya (Cl-: klorida menjadi
kloro)
Ø ligan bermuatan positif: diberi akhiran ium
dari nama dasarnya (NH4+: amonium)
Ø ligan bermuatan netral, diberi nama sesuai molekulnya,
kecuali beberapa ligan
5.
Jumlah tiap jenis
ligan dalam awalan Yunani.
6.
Muatan ion
kompleks dituliskan setelah nama atom logam pusat tanpa jarak. Jumlah muatan ion kompleks ditulis dalam
nomor Arab dan diikuti dengan tanda jenis muatannya di dalam tanda kurung.
7.
Nama logam pada
ion kompleks bermuatan negatif di beri akhiran at.
Senyawa kompleks atau sering disebut dengan kompleks
koordinasi adalah senyawa yang mengandung atom atau ion (biasanya logam) yang
dikelilingi oleh molekul atau anion, biasanya disebut dengan ligan atau agen
pengompleks.Contoh senyawa kompleks adalah cisplatin, yang mempunyai empat
ligan, yaitu dua ligan klorido dan dua ligan amina.
Senyawa kompleks telah dikenal manusia sejak awal
kemunculan ilmu kimia, misalnya adanya warna biru prusia (Prussian blue).
Terobosan utama terjadi ketika Alfred Werner mengusulkan sebuah teori pada
tahun 1893 bahwa Co(III) dapat mengikat enam ligan dalam geometri oktahedral.
Teorinya memungkinkan peneliti untuk memahami perbedaan antara ikatan ion dan
ikatan koordinasi dalam suatu senyawa, misalnya klorida dalam kobalt amina
klorida dan dapat menjelaskan banyaknya isomer yang belum pernah dijelaskan
sebelumnya.
Pada tahun 1914, Werner mengusulkan kompleks
koordinasi pertama yang disebut heksol.Heksol mengandung isomer optik, dan
mematahkan teori bahwa senyawa karbon saja yang bisa memiliki kiralitas.
Penulisan
Senawa kompleks:
1.
Kation ditulis sebelum anion.
2.
Muatan kation seimbang dengan anion.
3. Ion kompleks ditulis dalam tanda
kurung besar, ligan netral ditulis sebelum ligan anion.
Kation kompleks mempunyai ion pusat
negatif.
Contoh:
[Co(NH3)4Cl]CI
Ion
counter: Cl-
Ion
kompleks: [Co(NH3)4Cl2]+ (kation
kompleks)
Muatan
Co:
(ion
pusat bermuatan negatif)
Anion
kompleks mempunyai ion pusat positif.
Contoh:
K2[Co(NH3)CI 4]
Ion
counter: K+
Ion
kompleks: [Co(NH3)CI4]2- (anion kompleks)
Muatan
Co: (ion pusat bermuatan positif)
Tata Nama
Senyawa Kompleks
1.
Kation ditulis sebelum anion.
2.
Dalam ion kompleks ligan diberi nama
urut abjad, sebelum ion logam.
3.
Ligan netral menggunakan nama molekul,
ligan anion diberi akhiran –ida atau –o.
4.
Awalan numerik menunjukkan jumah ligan,
tidak mempengaruhi urutan nama.
5.
Iom logam ditulis dengan bilangan
oksidasi di dalam kurung, jika memunyai lebih dari satu bilangan oksidasi.
6.
Pada anion kompleks ion logam diberi
akhiran –ate.
Contoh:
K[Pt(NH3)CI5]
diberi nama “Potassium Amminepemachloroplatinate(IV)
Ion kompleks adalah senyawa ionik, di mana kation
dari logam transisi berikatan dengan dua atau lebih anion atau molekul netral.
Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion
atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan ligan (Latin: ligare,
artinya mengikat). Menurut teori asam-basa Lewis, ion logam transisi
menyediakan orbital d yang kosong sehingga berperan sebagai asam Lewis
(akseptor pasangan elektron bebas) dan ion atau molekul netral yang memiliki
pasangan elektron bebas untuk didonorkan berperan sebagai basa Lewis. Contoh
ion kompleks adalah [Fe(H2O)6]3+. Atom Fe
bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.
Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul H2O (netral), atom
Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui
hibridisasi d2sp3.
Oleh karena memerlukan enam
orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3,
yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam
orbital d2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron
bebas dari atom O dalam molekul H2O.
Molekul atau ion yang bertindak
sebagai ligan, yang terikat pada atom pusat, sekurang-kurangnya harus memiliki
satu pasang elektron valensi yang tidak digunakan, misalnya Cl–, CN–, H2O,
dan NH3, seperti ditunjukkan pada struktur Lewis Gambar 4.3.
Pada pembentukan ion kompleks,
ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan yang terbentuk
antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Penulisan rumus
kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan tanda kurung
siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri
atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–,
dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks
dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda
dengan atom pusat atau ligan pembentuknya. Misalnya, pada ion kompleks Fe(SCN)2+,
ion SCN– tidak berwarna dan ion Fe3+ berwarna cokelat.
Ketika kedua spesi itu bereaksi membentuk ion kompleks, [Fe(SCN)6]3–
warnanya menjadi merah darah. Pembentukan kompleks juga dapat mengubah
sifat-sifat ion logam, seperti sifat reduksi atau sifat oksidasi. Contohnya, Ag+
dapat direduksi oleh air dengan potensial reduksi standar:
Ag+(aq) + e– → Ag(s) Eo = +0,799
V
Namun ion [Ag(CN)2]–
tidak dapat direduksi oleh air sebab ion Ag+ sudah dikoordinasi oleh
ion CN– menjadi stabil dalam bilangan oksidasi +1.
[Ag(CN)2]–(aq) + e– → Ag(s) Eo = –0,31 V.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Ion-ion dari
unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima
pasangan electron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu
membentuk ion kompleks.
2.
Dalam ion kompleks,
kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral
terikat pada atom pusat dinamakan ligan.
3.
Pengaruh ligan
tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan
geometri ligan dalam kompleks.
4.
Berdasarkan jenis ikatannya
ligan dikelompokan menjadi ikatan valensi, medan kristal, dan orbital molekul.
5.
Jenis ligan dapat dikelompokkan menjadi ligan
monodentat,ligan bidentat, ligan tridentat, dan ligan polidentat.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar.
Jakarta. Erlangga.
Hala S. Saad El-Dein, Ali Usama F. 2008. Production and Partial Purification of Cellulase Complex by Aspergillus
niger and A. nidulans Grown on Water Hyacinth Blend. Journal of Applied
Sciences Research, 4(7): 875-891.
Petrucci, H. Ralph dan Suminar. 1987. Kimia
Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Vogel.1979. Analisis
Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT.Kalman Mdia
Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar