Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).
Enzim merupakan
biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi
kimia spesifik secara nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung
lambat. Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi
kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat
ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas
strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari
reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan
cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat
proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi
pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim
mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat
sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger,
1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
Enzim Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar terhadap
kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan
konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa
keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting.
a.
Pengaruh
suhu
Suhu
rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat
bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja
sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan
terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi.
Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Enzim dalam
tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C. Sebagian besar enzim
menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi (Soewoto,
2000) .
Suhu campuran reaksi
juga berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatik. Jika reaksi tersebut
dilangsungkan dalam berbagai suhu, kurva hubungan tersebut akan menunjukkan
suhu tertentu, yang menghasilkan laju reaksi yang maksimum. Dengan demikian,
dalam hal ini juga ada kondisi optimum yang disebut sebagai suhu optimum.
Makin besar perbedaan
suhu reaksi dengan suhu optimum, makin rendah pula laju reaksinya. Akan tetapi,
keadaan yang menyebabkan rendahnya suhu di luar suhu optimum berbeda antara
suhu yang lebih rendah dengan suhu yang lebih tinggi. Pada suhu yang lebih
rendah penyebab kurangnya laju reaksi enzimatik yaitu kurangnya gerak
termodinamik, yang menyebabkan kurangnya tumbukan antara molekul enzim dengan
substrat. Jika kontak antara kedua jenis molekul itu tidak terjadi, kompleks ES
tidak terbentuk. Padahal kompleks ini sangat penting untuk mengolah S menjadi
P. Oleh karena itu, makin rendah suhu, gerak termodinamik tersebut akan makin berkurang.
Pada
daerah suhu yang lebih tinggi gerak termodinamik akan lebih meningkat, sehingga
tumbukan antara molekul akan lebih sering. Akan tetapi laju reaksi
tidak terus meningkat, melainkan malah menurun dengan cara yang lebih kurang
sebanding dengan selisih nilai dan suhu optimum. Dalam peningkatan suhu ini,
selain gerak termodinamik meningkat, molekul protein enzim juga mengalami
denaturasi, sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap. Jika suhu
jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi struktur tiga
dimensi tersebut dan makin sukar bagi substrat untuk menempati secara tepat di
bagian aktif molekul enzim. Akibatnya, kompleks E-S akan sukar terbentuk, sehingga
produk juga makin sedikit.
Pada sisi A dari kurva
terdapat hubungan tertentu antara kenaikan suhu dengan laju reaksi. Arrhenius
secara empiris telah mengembangkan suatu rumusan umum antara laju suatu
reaksi kimia dengan suhu mutlak system reaksi tersebut (Sadikin, 2002 ).
b. Pengaruh pH
Enzim bekerja pada
kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa
macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan
aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik
mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang
sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2. pada pH yang jauh
di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik
enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang
mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat (Soewoto,2000) .
Sebagian besar enzim
bekerja aktif dalam trayek pH yang sempit umumnya 5-9. Ini adalah hasil
merupakan hasilpengaruh dari pH atas kombinasi factor (1) ikatan dari substrat
ke enzim (2) aktivitas katalik dari enzim (3) ionisasi substrat dan (4) variasi
struktur protein (biasanya signifikan hanya pada pH yang cukup tinggi) (Simanjuntak,
2003).
Ada 2 alasan untuk
menyelidiki pengaruh tingkat keasaman atau pH terhadap aktivitas emzim, yaitu:
1.
Sebagai produk makhluk hidup secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh
ph ini terhadap aktivitas biologis dari enzim ini.
2.
Sebagai suatu protein enzim tidak berbeda dengan protein lainnya.
c.
Hubungan antara pH
larutan enzim dengan laju reaksi enzim
Kadang-kadang,
seperti pada enzim amylase liur, hubungan tersebut tidak menunjukkan suatu
titik puncak, melainkan suatu garis merata (plateau setelah kurva yang naik,
untuk kemudian turun lagi sesudah plateau ) Fenomena seperti ini dapat
ditafsirkan sebab adanya molekul amylase dalam bentuk beberapa molekul protein
yang berbeda (isozim). Tiap molekul isozem
niscaya bekerja pada pH yang sedikit berbeda.
Perlu diingat bahwa dalam
mencari hubungan antara derajat keasaman dengan laju reaksi maksimum ini,
rentangan pH yang diselidiki biasanya berkisar dalam rentangan yang tidak lebar
dan bukan dalam rentangan antara pH 1 sampai 14. Karena tidak ada sistem dapar
masing-masing di sekitar nilai kapasitas yang maksimum dari tiap dapar
(rentangan pH di sekitar nilai pKa komponen asam tiap dapar), bukan tidak
mengkin ada interaksi yang merugikan antara enzim dan ion penyusun dapar dan
bukan karena pH yang disebabkan dapar itu sendiri.
d.
Pengaruh konsentrasi
enzim :
Peningkatan konsentrasi
enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat dikatakan bahwa
kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim [E].
Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat (Soewoto, 2000) .
Semakin
besar konsentrasi enzim maka makin banyak pula produk yang terbentuk
dalam tiap waktu pengamatan. Dari pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan enzim. Dengan bertambahnya waktu,
pada tiap konsentrasi enzim pertambahan jumlah produk akan menunjukkan
defleksi, tidak lagi berbanding lurus sejalan dengan berlalunya waktu tersebut.
Fenomena itu tentu mudah dimaklumi, karena setelah selang beberapa waktu,
jumlah substrat yang tersedia sudah mulai berkurang, sehingga dengan sendirinya
produk olahan enzim juga akan berkurang. Akan tetapi pada gambar 1 tampak pula
dengan jelas, bahwa defleksi tersebut makin jelas dengan makin tingginya
konsentrasi enzim. Sebaliknya, pada konsentrasi enzim yang rendah, dalam jangka
waktu pengamatan yang sama hubungan waktu dengan jumlah produk yang dihasilkan
masih berbanding lurus.
Hubungan antara laju
reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus. Jadi, makin besar
konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi.
Kadang-kadang terjadi
penyimpangan dari persamaan ini, sehingga diperoleh garis agak melengkung.
Biasanya, penyimpangan ini terjadi jika enzim yang dipelajari tidak dalam
keadaan murni, sehingga mungkin terdapat senyawa-senyawa penghambat reaksi
dalam jumlah yang sangat kecil. Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat dalam
sediaan enzim dengan kemurniaan yang tinggi. Dalam keadaan ini, penyimpangan
disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator), misalnya tidak adanya ion
tertentu, meskipun ph yang diperlukan sudah dipastikan dengan menggunakan
larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan ph yang diperlukan
tersebut (Sadikin, 2002 ).
e. Pengaruh konsentrasi substrat
Pada
suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan kondisi
lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas
kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini
enzim telah jenuh dengan substrat.
DAFTAR
PUSTAKA
Lehninger AL. 1982. Dasar – Dasar
Biokimia Jilid I. Jakarta: Erlangga
Poedjiadi, A. 2006. Dasar - Dasar Biokimia
Edisi Revisi. Jakarta: UI - Press.
Sadikin, Mohamad. 2002.
Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.
Simanjuntak, M.T. dan J. Silalahi. 2003. Biokimia. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
As stated by Stanford Medical, It's really the one and ONLY reason this country's women get to live 10 years more and weigh an average of 42 lbs lighter than us.
BalasHapus(By the way, it has NOTHING to do with genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING about "how" they are eating.)
BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...
TAP this link to find out if this short questionnaire can help you find out your real weight loss possibility